Lamborghini Huracán LP 610-4 t


log Guestbook
Buku tamu
reg Cerita misteri
Cerita misteri
log Download
Download
Tip dan trik
Tips dan trik pc
reg Lagu cerbonan
Lagu cirebonan
Pasang parabola gratis bulanan hubungi 081911387331
Barang jadi hak milik
Tanpa iuran bulanan
Chanel dakwah
Chanel musik
Chanel berita dalam dan luar negeri
Chanel movies
Chanel nasional komplit
Jika anda berminat silahkan Chat wa 081911387331
bulak lor - jatibarang indramayu

kismis.my.id

Cermis - Saat tersesat di hutan

,Ini cerita singkat dari ku sebagai seorang sipir penjara yang di tugaskan mengejar napi yang kabur dari penjara,pengejaran tersebut berujung hingga pencarian di tengah hutan,namun setelah gagal mengejar napi yang kabur,di tengah hutan hingga menjelang maghrib,akupun tak sadar hingga motor ini hendak masuk ke dalam jurang,rupanya ini jalan yang salah dari seorang kakek misterius di tengah hutan tadi yang memberi arah yang juga salah,entahlah... Nafasku tersengal-sengal. Berat benar kerja di penjara ni, fikirku. Darahku naik sampai keubun-ubun. Kebas seluruh kepalaku. Bagaimana kalau aku terjun ke bawah jurang itu. Mataku nanar. Lemas tanganku sementara Kutoleh ke belakang, seniorku yang bernama Pak Tambun, tampak pucat di belakang. Nafasnya juga tersengal- sengal. Pak Tambun yang badannya tambun akhirnya berkata "hampir mampus kita" dengusnya Oh semua tahu itu, apalagi kita. Kurasa "Pak, coba bapak turun bentar, biar kumundurkan sepeda motor ini" Sepeda motor ini masih di depan bibir jurang. Aku menahannya dengan rem kaki dan rem tangan agar tidak jatuh. Pak Tambun turun dengan teratur. Dia berjongkok di samping sepeda motor. Nafasnya masih tersengal- sengal. "Kurang asem pak tua itu, dia memberi jalan yang salah." dia terduduk " bukannya memberi jalan keluar dari tempat ini, malah disuruhnya kita hampir mampus di sini" Aku bisa bilang apa? Aku berusaha memudurkan sepeda motor. Langit di atasku terlihat samar-samar masih menunujukkan safak merah di antara rerimbunan batang- batang pohon yang menjulang tinggi lebat. Masih magrhib Setelah berhasil aku mundurkan sepeda motor ini dari bibir jurang, aku pun duduk di samping Pak Tambun. "Bagaimana pak, Balik aja kita pulang?" "Iya la, apalagi" sahutnya "Kita ikuti aja jalan yang tadi" Eh Semua jalan gelap di depan Setelah nafasku dan kagetku berkurang, akupun menaiki sepeda motor ini kembali. Pak Tambun, tanpa dikomando, naik juga di jok belakang. Kuhidupkan starter sepeda motorku, Menyalak lagi ni motor. Senang lah aku kali ini. Kuingat-ingat jalan yang tadi. Sudah terlampau jauh kami masuk ke dalam hutan kebon ini. Sampai-sampai semuanya sama aku lihat. Gelap Dengan menelusuri hutan kebon ini, pedoman ku hanya lampu dari sepeda motor ini. Pak Tambun sama sekali tidak membantu. Dia diam membisu di belakangku. Kurasa dia mungkin sudah tidur. Seperti yang sudah-sudah. Aku menoleh ke belakang "Hei hadap depan saja, salah- salah bisa kau tabrak tu pohon" Katanya kasar Gak sampai sepuluh menitan kami berjalan. dari kejauhan aku perhatikan ada cahanya kecil menyembul di antara kegelapan di dalam hutan kebon ini. Mungkin itu canteng (penjaga kebon) ini fikirku Aku datangi ke arah cahaya itu. Kali aja memang ada orang di sana. Bisa aku dan pak Tambun menanyakan arah untuk keluar dari hutan kebon ini. Tak berapa lama, benar saja! Ada orang di sana. Bahkan tidak hanya orang tetapi juga sebuah gubug. Gubug? Bisalah aku minta makan atau minum di sini. Lapar mulai menyerang. Ah tapi gak enak juga dengan yang empunya rumah "Assalam alaikum pak! ibu!" ucapku sambil mengetok pintu gubbug itu. Tak bisa dibilang juga pintu, Hanya selembar triplex yang disangkutkan paksa pada penyangga gubung ini Suara batuk terdengar dari dalam. Dengan membawa sebuah lampu minyak, seorang nenek tua keluar dari rumah gubugh tua itu. Nenek tua itu berkulit keriput. Hampir seluruh wajahnya terlihat lesu dan kusam, seperti kertas yang diremas- remas dengan paksa, kulitnya habis tidak bersisa dengan kerutan jelek itu. Matanya agak sipit dan berwarna hitam gelap. Nenek itu mengenakan batik tulis tua berwana coklat kusam. Rambutnya terjuntai panjang di sekitar kedua sisi bahunya "Siapa ya?" tanyanya. Matanya menyipit kesulitan menggambarkan orang di depannya "Maaf bu, nek, maksudku, er bolehkah kami numpang bertanya" Nenek tersebut menyapu padangan kepadaku dari atas ke bawah "Ya ada apa?" "Kami tersesat di dalam kebon ini, bisakah nenek memberitahu kami jalan keluar dari kebon ini" ucapku manis "Kalau ada bisa kami minta teh manis buk" sahut Pak Tambun di belakangku menyela pembicaraanku. Aku hanya menghela nafas "Oh bisa bisa" jawab nenek itu pelan dan parau "sebentar ya!" Dia kemudian masuk ke dalam gubug dengan jalan perlahan yang dipaksakan, seperti orang yang menyeret kakinya dengan paksa Fikiranku kembali bekerja. Kunintip dari balik dinding tepas yang bolong-bolong itu. Sepertinya nenek ini tinggal sendiri. Tidak ada tanda-tanda orang lain. Kurasa-rasa, saat kami memasuki hutan ini, tidak ada kulihat rumah barang sebiji pun. Kalaupun ada, hanya terletak di pinggir hutan ini saja dan tidak sampai ke dalam hutan ini. Apalagi di gubug ini sendiri, tinggal seorang nenek, di tengah hutan pula. Fikiranku mulai macam-macam. Hatiku mulai gak enak Nah tak berapa lama. Itu nenek keluar dengan nampan dan sebuah poci teh. Dari luar aku bisa mencium wangi tehnya Tanpa basa-basi. Pak Tambun langsung membantu nenek itu. Membantu menuangkan tehnya langsung ke gelasnya sendiri. Disruputnya teh itu. "Ah segar" katanya Aku hanya menelan ludah "Silahkan nak diminum" sahut nenek tersebut sembari menawarkan gelas yang sudah diisinya dengan teh. Karena susasan agak gelap, aku kesulitan melihat isi gelasku. Tapi baunya memang teh. "Terima kasih nek" jawabku "Buk, aku ke belakang sebentar ya" ngertilah maksudnya "ke belakang bentar aku ya Kamal" dia menatapku sebelum pergi . Dia mau pipis. Pergilah pak Tambun ke belakang gubug reyot ini. "Hati-hati pak" seruku Pak Tambun gak menyahut dan ngeloyor pergi ke belakang gubug itu dan menghilang di balik bayang- bayang "Er, nek, nenek tinggal sendiri ya di sini" tanyaku sembari menyeruput teh itu "Iya nak, nenek tinggal sendiri" jawabnya parau "Apa nenek gak takut tinggal sendirian di sini. Ini kan hutan. Gada orang lagi. Takut kenapa-kenapa nanti kan repot" "Enggak apa-apa, di sini semuanya teman" "Teman?" tanyaku Nenek itu hanya tertawa, giginya sudah hampir-hampir enggak ada lagi, hanya tinggal dua batang saja di kanan kiri gusinya yang pucat "Mau kemana nak?" "Kami mencari napi yang lari nek. Kami petugas nek" jawabku terbata-bata "Kurang asem, tadi ada seorang kakek menunjuki kami arah yang salah. Hampir saja kami masuk ke jurang" "Jurang di sana itu" tunjukku ke arah sana "Oh begitu ya!" "Nenek kenal dengan kakek itu?" tanyaku "Dia almarhum suami saya" jawabnya dengan tersenyum. Serrr, dadaku bergemuruh, perasaanku mulai gak enak. Jadi serba salah aku mengatakan hal tadi Nenek itu tetap tersenyum menunujukkan giginya yang seperti drakula itu "Mmm maaksud nenek bagaimana ya?" tanyaku terba-bata, mencoba menjelaskan. Kugaruk-garuk kepalaku yang enggak gatal, hanya untuk memastikan bahwa pendengaranku kurang begitu jelas dengan ucapan si nenek " yang kau jumpai tadi itu memang suami saya, almarhum suami saya" Glek nafasku agak berhenti "Maaf nenek, tadi menyinggung soal kakek tadi" jawabku dengan enggan Nenek tadi hanya tertawa. Suara tawanya nyaring dan menakutkan Pak Tambun keluar dari bayang-bayang. Dia lari ketakutan. "Mal, kita pergi sekarang aja" "Lah pak, teh bapak enggak dihabisin?" jawabku pura-pura tenang "alah yok mal, kita buru-buru nih. Sudah sangat malam" "Sudah malam atau sudah tahu?" nenek itu ketawa, tambah nyaring. Aku menjadi takut Pak Tambun malah tambah pucat dan melompat di atas sepeda motor, Aku yang terkejut langsung lari ke atas motor itu juga. Dengan agak sigap kumasukkan kunci ke dalam steker sepeda motor. Motor meraung. Aku lihat dari balik kaca spion. Enggak ada apa-apa. Glek semua gelap. Rumah itu tiba-tiba hilang. Nenek itu hilang dan hutan menjadi gelap seperti semuala. dan suara nenek itu tetap nyaring terdengar di belakangku. Anjrit Eh busyet, apa yang terjadi nih, fikirku Pak Tambun gak banyak berkata-kata kecuali terus menerus meminta ku memacu ini motor dengan kecepatan full. Aku terus mengendarai sepeda motor seperti kesetanan. Pak Tambun memeluk badanku erat. Nafasnya tersengal-sengal. Gak lebih dua puluh menit kemudian, mulailah aku melihat banyak rumah penduduk. Rumah-rumah yang sama saat aku memaskui hutan perkebonan milik PTPN ini. Orang-oarng yang melihat aku melaju kencang marah- marah dan maki-maki. "Hei orang sinting" begitu ucapan mereka yang sempat kudengar. Kupacu terus speda motor ini hingga sampai ke bibir hutan. Setelah kurasa sudah aman dan memasuki jalan besar, aku mulai bertanya kepada pak Tambun "Pak ada apa tadi pak?" Pak Tambun gak mau ngomong hingga sekarang. Dia hanya bilang kami tadi singgah di dua buah kuburan di dalam perkebonan tadi, bukan rumah, dan dia melihat dari belakang bahwa rumah itu terbuka separuh. Dan di dalam rumah itu isinya kuburan. Jadi sepertinya kami sedang duduk-duduk di kuburan. Rumah orang mati Tapi pak Tambun gak mau cerita apa yang dijumpai di dekat kuburan itu tadi sehingga wajahnya menjadi pucat pasi dan ketakutan setengah mati itu,menurutku nenek tersebut adalah jelmaan dari kuntilanak.
kembali ke pos
komen kamu

UNDER MAINTENANCE
browser : Mozilla/5.0
Negara : United States
Ip : 18.218.115.99
Hari ini : 1 Orang
Mingu ini : 1 Orang
Bulan ini : 172 Orang
Total : 414236 Orang
Jumlah komentar : 13 Orang
Bulak lor - Indramayu
2006 - 2018