Buku tamu
Cerita misteri
Download
Tip dan trik
Tips dan trik pc
Tips dan trik pc
Lagu cerbonan
Lagu cirebonan
Lagu cirebonan
Barang jadi hak milik
Tanpa iuran bulanan
Chanel dakwah
Chanel musik
Chanel berita dalam dan luar negeri
Chanel movies
Chanel nasional komplit
Jika anda berminat silahkan Chat wa 081911387331
Anakku jadi tumbal pesugihan
Anakku jadi tumbal pesugihan
Anakku Jadi Tumbal Pesugihan
Kiriman : Yudhistira Manaf
Sudah sepuluh tahun aku
tinggal di Dusun Tempedak,
Desa Tajmahal, Kecamatan
Jelimpo, Kabupaten Landak,
Kalimantan Barat. Rumahku
berjarak 177 kilometer dari kota
Pontianak, sekitar lima jam dari
pusat kota.
Aku pindah ke daerah terpencil
ini karena aku sudah bosan
tinggal di Jakarta. Lepas dari
pekerjaanku sebagai staf khusus
istana presiden, aku memilih
bertani bersama suamiku,
Amran Husni, 58 tahun, di
kampung ini, di mana suamiku
itu adalah penduduk asli Dusun
Tempedak.
Kami membeli 100 hektar tanah
dan kami bangun perkebunan
jeruk siam. Jeruk itu tumbuh
subur dan kami sudah
mengekspor buah-buahan
manis ini ke Kuching, Malaysia
dan Bandar Sribegawan, Brunai
darussallam. Dari penghasilan
ku berkebun jeruk, pemasukan
keuanganku jauh melebihi saat
aku bekerja di istana negara.
Walau keadaan ekonomi kami
lebih dari yang lain, namun kami
tetap bergaul dengan semua
warga miskin daerah ini. Bahkan
setiap kali panen, sebagian dari
hasil perkebunan kami, kami
sumbangkan untuk warga yang
menderita kekurangan di daerah
ini. Utamanya untuk anak yatim
piatu dan orang-orang jompo.
Kedekatan kami kepada warga,
membuat kami hidup nyaman
dan damai di Desa Tajmahal.
Warga yang kami bantu,
berbalik membantu kami bila
kami sedang mempunyai hajat.
Saat aku menikahkan anakku,
Lita, semua warga turun tangan
tanpa pamrih dan pesta anak
kami berjalan lancar.
Kini, sejak minggu lalu, awal
Februari 2003 kami dikejutkan
oleh enam warga yang
meninggal mendadak, semua
warga ketakutan dan
mengungsi ke kecamatan
sebelah, kecamatan Kuala Behe.
Aku, suami dan enam anakku
tetap tinggal di tempat. Kami
berdiam diri di dalam rumah,
mengunci semua pintu dan
menggembok pagar depan.
Dusun menjadi sepi sunyi karena
ditinggal oleh semua warga.
Warga tercekam oleh
penampakan makhluk halus
yang maujud belakangan.
Mahluk bebentuk raksasa hitam
yang maujud tengah malam
yang diyakini sebagaian warga
bahwa sosok itulah pembunuh
misterius yang membantai
beberapa orang warga kami.
Karena desa menjadi sepi, kami
pun yang tadinya tidak yakut,
menjadi tercekam hebat. Kami
menghitung-hitung untuk
mengungsi, tapi ayam dan
bebek piaraan kami, akan
musnah kelaparan apabila kami
meninggalkan rumah. Kandang
hewan di belakang rumah kami
itu, bisa-bisa pula diserbu
maling yang belakangan ini
banyak berkeliaran di daerah
kami.
Karena kasihan dengan piaraan,
maka aku dan suamiku,
memutuskan untuk tetap
tinggal di dalam rumah. Begitu
juga dengan anak-anakku,
semuanya aku perintahkan
tetap di dalam rumah sampai
keadaan menjadi aman.
Keamanan segera tercipta
setelah polisi turun ke desa
kami. Banyak aparat pengayom
masyarakat ini yang beroperasi
untuk membuat ketentraman
warga. Sebagai pengungsi
pulang kembali ke Sebadak dan
kami pun mulai berani keluar
stelah tiga hari mengurung diri
dalam rumah.
Tengah malam, Senin, 13
Agustus 2003 lalu, kami
kedatangan tamu. Seseorang
memencet bel rumah kami pada
pukul 24.00 Waktu Indonesia
Tengah (WIT). Suami dan anak-
anakku tertidur lelap dan aku
terbangun karena bunyi bel itu.
Pada saat aku mengengok ke
arah pagar rumah, aku tidak
melihat siapa-siapa di sana.
Sementara bel terus bordering,
pertanda di pemencet bel itu
minta dibukakan pintu pagar.
“Mungkin yang memencet
anak kecil, tubuhnya pendek,
hingga tidak terlihat oleh ku dari
kejauhan. Sebab pagar tanah
kami dari besi las itu, ditutupi
lapis fibre glass, sehingga orang
yang bertubuh pendek tidak
akan terlihat dari atas.
Dengan pertimbangan itu, aku
segera keluar rumah menuju
pintu pagar. Dengan memakai
celana training dan kaos oblong,
aku berusaha membukakan
pintu. Selama ini, emang ada
anak tetangga. Riza, 11 tahun,
suka main ke rumah dan sering
datang malam hari. Riza aku
anggap seperti anakku sendiri
dan ia berteman akrab dengan
Deni, anak bungsuku. Karena
aku merasa bahwa Riza yang
memencet bel, maka aku berani
mmbukakan pintu itu.
Begitu gembok pintu pagar aku
buka, aku tidak melihat siapa-
siapa memencet bel. Sementara
itu, bel terus berbunyi seakan
ada orang yang sedang memijit
tanda minta dibukakan pintu
itu.
Jantungku berdebar-debar saat
aku tidak menemukan siapa-
siapa di depan pagarku. Aku lalu
segera masuk dan memutuskan
konekting bel ke dalam rumah.
Tapi sayang, walau konekting
diputus, namun bel masih tetap
berbunyi.
Anak kedua ku, Erni, 23 tahun,
terbangun. Erni segera
menghambur ke dapan pagar
untuk membukakan pintu. Aku
berteriak mencegahnya, tapi
Erni tidak perduli. Dia terus
berlari ke depan menuju pagar.
Sesampainya di pagar, tiba-tiba
Erni terjatuh dan aku segera
menolongnya.
Pada saat aku mengangkat
tubuh Erni, Erni sudah lemas
lunglai dan sudah tidak
bernyawa. Erni tewas di tempat
dan aku berteriak histeris.
Suamiku dan anakku yang lain
datang membantu. Erni kami
bawa ke dalam rumah dalam
keadaan tidak bernyawa.
Pada saat kami sedang
menangisi jasad Erni, tiba-tiba
dari luar terdengar suara
gerungan yang sangat keras.
Gerungan itu mirip suara
bekantan besar, yang memecah
kebisuan malam. Aku segera
meninggalkan jenazah dan
melihat ke depan. Oh Tuhan, di
sana terlihat raksasa bertubuh
warna hitam
Berwajah seperti bekantan.
Dengan taraing yang tajam,
mahluk itu menyeringai ke
arahku. Namun setelah aku
berteriak, mahluk itu hilang
dalam hitungan detik.
Menghilang ke hutan sebelah
rumah kami.
Setelah Erni dimakamkan
dengan sejuta duka kami,
seorang paranormal Pontianak
menyalami dan turut berduka.
Erni anakku, katanya, menjadi
tumbal raksasa gaib yang
dinamakan Uwak Besoh
olehnya. Uwak Besoh itu
sebangsa jin bertubuh besar
yang beroperasi di Kalimantan
Barat dan memaksa manusia
dan hewan piaraan.
Aku mempercayai paranormal
itu. Kombe Suanda, 56 tahun,
nama dukun itu, berjanji akan
memusnahkan Uwak Besoh bila
aku mau mendanai ritual yang
dilakukannya. Aku harus
menyiapkan alat-alat ritual
seperti apel jin, madat Turki,
kemenyan Arab dan minyak
wangi Paris, Elizabeth Arden.
Selain itu, aku harus memebi
santunan kepada 1000 anak
yatim di Kalbar dan 1000 orang
jompo di Pontianak.
“Jika ritual ini tidak dilakukan,
Uwak Besoh akan mengambil
tiga anak mu yang lain. Tumbal
yang dijanjikan kepadanya
adalah empat nyawa. Kebetulan
tumbal itu jatuh kepada
keluargamu,” kata Sang
Dukun.
Karena takut meminta nyawa
anakku yang lain, aku geregetan
inginkan raksasa bekantan itu
cepat mati. Bahkan paranormal
asal Pontianak itu, akan
mempertunjukkan detik-detik
kematian raksasa tersebut.
Untuk itulah, aku mengeluarkan
tabunganku sebesar 40 juta
rupiah untuk Sang Dukun. Dia
pula yang akan memberikan
santunan kepada yatim dan
orang jompo di kota Pontianak.
Setelah berproses selama
beberapa bulan, ritual gaib itu
pun dilakukan. Acara dibuat di
tengah malam di rumah kami.
Mahluk halus yang maujud
raksasa itu dipanggil dengan
mantra-mantra serta umbu
rambe yang dibuat oleh Pak
Dukun. Setelah satu jam
membaca mantra dan bersila,
tiba-tiba angin puting beliung
menyerbu dengan deras. Semua
pohon terombang ambing
disapu angin. Bersamaan
dengan itu, kilat dan petir
menyambar tanah. Untung kami
tidak terkena energi alami itu.
Bila terkena, matilah aku dan
keluarga besarku di rumah kami.
Beberapa saat kemudian,
berbarengan dengan kilat besar,
Sang Raksasa Gaib pun maujud.
Dia muncul di pagar rumah
kami. Mahluk itu membuka gigi
taringnya dan siap menyerang
Kombe Suanda. Namun Kombe
Suanda sudah menyiapkan keris
Digjaya Abadi, diarahkan kepada
mahluk itu. Sang raksasa
terjatuh dan tubuhnya tertusuk
pagar rumah kami yang tajam.
Mahluk itu meregang nyawa.
Namun karena dia mahluk gaib,
bangkainya tidak bisa tersenuh
oleh siapapun, kecuali Kombe
Suanda. Setelah didekati oleh
Kombe Suanda lalu ditusuk
dengan keris Digjaya Abadi
miliknya, mahluk itu pun
terbakar, musnah tanpa
meninggalkan sisa sedikitpun
dip agar rumah kami. Api
membumbung tinggi dan
dipadamkan dengan keris
Kombe Suanda juga.
Setelah selesai dan aman, aku
bertanya kepada Kombe Suanda.
“Yang saya tahu, tumbal anak
itu dilakukan oleh seseorang
yang melakukan pesugihan.
Sedangkan saya, sukses
berkebun ini, bukan karena
pesugihan, tapi karena kerja
keras ku memeras otak hingga
meraih sukses. Kenapa mahluk
itu meminta tumbal empat
anakku? Kenapa anak-anak
kecintaanku yang menjadi
tumbal?” tanyaku, sungguh-
sungguh kepada Kombe
Suanda.
Sang dukun lalu membisikkan
sesuatu kata di telingaku. Dia
meminta agar aku tidak
mempersoalkan lagi hal itu.
Sebab semua sudah selesai dan
kasus tumbal pun otomatis
telah luntur. Kata-katanya itu
membuat tubuh ku gemetar dan
kulitku sertamerta menjadi
dingin. Aku merinding
mendengar omongannya itu.
Sebab yang menumbalkan
empat anakku itu, diam-diam
adalah suamiku sendiri. Suami
dan ayah anak-anakku yang
bernama Amran Husni. Kang
Amran ternyata sangat jahat
dan tega menumbalkan anak-
anaknya untuk kejayaan
usahaku sebagai pengusaha
perkebunan jeruk.
Kini aku telah bercerai dengan
Amran Husni dan dia menikah
lagi di Serawak dengan gadis
cantik asal Malaysia. Dia juga
telah membeli 140 hektar tanah
di Sambas dan berkebun
bersama isterinya itu. Usahanya
itu maju pesat dan Kombe
Suanda menyebut saat ini
Amran Husni menumbalkan
istrinya yang cantik untuk
mahluk gaib lain yang kelak
akan membuatnya kaya raya.
Alhamdulillah, walau sekarang
aku terlepas dari pesugihan
diam-diam suami, usahaku
tetap jalan lancar atas
pertolongan Tuhan Yang Maha
Kasih. Usahaku tetap keras
sambil mempasrahkan diriku,
diri anak-anakku ke pangkuan
Allah SWT. (seperti dituturkan
Hesty Nurlita)
Created at 08/06/15
kembali ke pos
UNDER MAINTENANCE
Negara :
Ip : 3.128.173.228
Mingu ini : 87 Orang
Bulan ini : 165 Orang
Total : 414229 Orang
Jumlah komentar : 13 Orang
Spam mati